Senin, 17 September 2012

Sunat Mencegah Penularan Virus HIV

Human Immunodeficiency Virus atau yang lebih dikenal dengan istilah HIV adalah sebuah penyakit yang ditularkan melalui darah. Pada tahun 2010, ada sekitar 300.000 orang Indonesia yang terinfeksi virus HIV.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guna mencegah penularan virus HIV adalah dengan "khitan" atau biasa di kenal dengan sunat.


Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit dalam (PAPDI), Syamsuridjal Djauzi, saat acara konferensi pers pencegahan dan pemekrisaan HIV belum lama ini, khitan pada laki-lakidapat mengurangi penularan HIV pada orang tersebut sebanyak 56%, walau belum terlalu efektif di banding kondom yang 70%.

Kisah Umar, Amar dan Seorang Kakek Yahudi


Adil bagi Semua Golongan
Sejak diangkat menjadi gubernur Mesir oleh Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terhampar sebidang tanah kosong berawa-rawa, dan diatasnya hanya terdapat gubuk reyot yang hampir roboh. Selaku gubernur, ia menginginkan agar di atas tanah tersebut, didirikan sebuah masjid yang indah dan mewah agar seimbang dengan istananya. Apalagi Amr bin Ash tahu bahwa tanah dan gubuk itu ternyata milik seorang yahudi. Maka yahudi tua pemilik tanah itu dipanggil menghadap istana untuk merundingkan rencana Gubernur Amr bin Ash.
“Hei Yahudi, berapa harga jual tanah milikmu sekalian gubuknya? Aku hendak membangun masjid di atasnya.”
Yahudi itu menggelengkan kepalanya, “Tidak akan saya jual, Tuan.”
“Kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?” tanya Gubernur menawarkan keuntungan yang besar.
“Tetap tidak akan saya jual” jawab si Yahudi.
“Akan kubayar lima kali lipat dibanding harga yang umum!” desak Gubernur.
Yahudi itu mempertegas jawabannya, “Tidak.”
Maka sepeninggal kakek beragama Yahudi itu, Amr bin Ash memutuskan melalui surat untuk membongkar gubuk reyotnya dan mendirikan masjid besar di atas tanahnya dengan alasan kepentingan bersama dan memperindah pemandangan mata. Yahudi pemilik tanah dan gubuk tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi tindakan penguasa. Ia cuma mampu menangis dalam hati. Namun ia tidak putus asa memperjuangkan haknya. Ia bertekad hendak mengadukan perbuatan gubernur tersebut kepada atasannya di Madinah, yaitu Khalifah Umar bin Khattab.
Sungguh ia tak menyangka, Khalifah yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang mewah. Ia bahkan diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.
“Ada keperluan apa Tuan datang jauh-jauh kemari dari Mesir?” tanya Khalifah Umar.Walaupun Yahudi tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, tetapi kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk sehingga dengan lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak kerja kerasnya seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil, sampai perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid megah diatas tanah miliknya.
Umar bin Khattab mendadak merah padam mukanya. Dengan murka ia berkata, “Perbuatan Amr bin Ash sudah keterlaluan.” Sesudah agak reda emosinya, Umar lantas menyuruh Yahudi tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang treronggok di dekatnya. Yahudi itu ragu melakukan perintah tersebut. Apakah ia salah dengar? Oleh sang Khalifah, tulang itu digoreti huruf alif lurus dari atas ke bawah, lalu dipalang di tengah-tengahnya menggunakan ujung pedang. Kemudian tulang itu diserahkan kepada si kakek seraya berpesan, “Tuan. Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada gubernurku Amr bin Ash.”
Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar tidak waras?
“Maaf, Tuan Khalifah.” ucapnya tidak puas, “Saya datang kemari menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang Tuan berikan. Melainkan sepotong tulang yang tak berharga. Bukankah ini penghinaan atas diri saya?”
Umar tidak marah. Ia meyakinkan dengan penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itulah terletak keadilan yang Tuan inginkan.”
Maka, walaupun sambil mendongkol dan mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau busuk. Anehnya, begitu tulang yang tak bernilai tersebut diterima oleh gubernur Amr bin Ash, tak disangka mendadak tubuh Amr bin Ash menggigil dan wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat. Seketika itupula ia memerintahkan segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru siap, dan supaya dibangun kembali gubuk milik kakek Yahudi serta menyerahkan kembali hak atas tanah tersebut.
Anak buah Amr bin Ash sudah berkumpul seluruhnya. Masjid yang telah memakan dana besar itu hendak dihancurkan. Tiba-tiba kakek Yahudi mendatangi gubernur Amr bin Ash dengan buru-buru.
“Ada perlu apalagi, Tuan?” tanya Amr bin Ash yang berubah sikap menjadi lembut dan penuh hormat. Dengan masih terengah-engah, Yahudi itu berkata, “Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dulu masjid itu. Izinkanlah saya menanyakan perkara pelik yang mengusik rasa penasaran saya.”
“Perkara yang mana?” tanya gubernur tidak mengerti.
“Apa sebabnya Tuan begitu ketakutan dan menyuruh untuk merobohkan masjid yang dibangun dengan biaya raksasa, hanya lantaran menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?”
Gubernur Amr bin Ash berkata pelan,”Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu adalah tulang biasa, malah baunya busuk. Tetapi karena dikirimkan Khalifah, tulang itu menjadi peringatan yang amat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf alif yang dipalang di tengah-tengahnya.”
“Maksudnya?” tanya si kakek makin keheranan.
“Tulang itu berisi ancaman Khalifah: Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun engkau sekarang, betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu, bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan di bawah, Sebab, jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, kutebas batang lehermu.”
Yahudi itu menunduk terharu. Ia kagum atas sikap khalifah yang tegas dan sikap gubernur yang patuh dengan atasannya hanya dengan menerima sepotong tulang. Benda yang rendah itu berubah menjadi putusan hukum yang keramat dan ditaati di tangan para penguasa yang beriman. Maka yahudi itu kemudian menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf. Setelah kejadian itu, ia langsung menyatakan masuk Islam.

Minggu, 16 September 2012

Kisah Syahidnya Anas Bin Nadhar r.a

Anas bin Nadhar r.a adalah shahabat Nabi yang tidak ikut serta dalam perang Badar. Ia sering memarahi dirinya dan sangat menyesal karena tidak dapat mengikuti perang pertama dan yang sangat penting dalam sejarah islam itu. Untuk itu, ia pun sangat berharap dapat menembusnya di pertempuran selanjutnya.


Dan ternyata, kesempatan itu datang pada perang Uhud. Ia turut serta sebagai pejuang yang gagah berani. Pada mulanya kaum muslimin telah mendapatkan kemenangan dalam perang tersebut. Namun karena suatu kekhilafan, kaum muslimin menderita kekalahan pada akhir perang.

Kekhilafan itu adalah: beberapa orang sahabat yang ditugaskan untuk berjaga disuatu tempat tidak menjaga disiplin. Dalam pengarahanya sebelum perang dimulai beliau saw bersabda, “Kalian jangan meninggalkan tempat ini dalam keadaan bagaimanapun, karena musuh dapat menyerang dari sana.”

Pada permulaan perang kaum muslimin telah memperoleh kemenangan, dan kaum kafir melarikan diri. Melihat hal ini orang-orang yang telah ditunjuk oleh Nabi saw segera meninggalkan tempat tugas mereka. Mereka menyangka bahwa kaum muslimin telah menang dan perang telah usai, sehingga orang-orang kafir yang melarikan diri segera dikejar dan diambil harta rampasan perangnya. Sebenarnya pimpinan pasukan telah melarang dan mengingatkan agar tidak meninggalkan bukit. Ia berkata.” Jangan tinggalkan tempat ini, Rasulullah saw telah melarangnya.” Tetapi mereka menduga bahwa perintah Nabi hanya berlaku saat perang saja. Merekapun turun ke medan perang meninggalkan bukit.

Pada saat itulah pasukan kafir yang melarikan diri melihat bahwa tempat yang seharusnya dijaga oleh kaum muslimin telah kosong, maka mereka segera kembali dan menyerang kaum muslimin dari arah sana. Hal itu sama sekali tidak diduga oleh kaum muslimin, sehingga mereka kalah dan terjepit dalam kepungan kaum kafir dari dua arah. Keadaan menjadi kacau balau mereka berhamburan kesana kemari.

Anas ra. melihat sahabat Sa’ad bin Mu’adz ra. sedang berjalan. maka Anas ra. berkata,” Hai Sa’ad akan kemankah engkau? Demi Allah, aku mencium harum surga dari arah Uhud. Setelah berkata demikian, ia mengayunkan pedang di tanganya dan meyerbu ditengah kaum kafir, sambil bertekad tidak akan berhenti berperang sebelun Syahid. Dan ia pun syahid dimedan Uhud. Tubuhnya begitu banyak mengalami luka, bahkan hingga rusak. Kurang lebih terdapat delapan puluh luka akibat tebasan pedang dan panah ditubuhnya. Hanya saudara wanitanya yang dapat mengenalinya melalui ujung jemari tangannya.